Rabu, 30 Maret 2011

Sang Hakim dari Gang Sempit

BAGI sebagian besar elite Partai Keadilan Sejahtera, Yusuf Supendi merupakan guru. "Saya pernah jadi murid beliau," kata Anis Matta, sekretaris jenderal partai itu. "Beliau mengajar macam-macam, termasuk waktu saya kuliah di Kwitang dan Libya." Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat itu menyelesaikan pendidikan di Lembaga Ilmu Pengetahuan Islam dan Arab, Kwitang, Jakarta, pada 1992, kemudian belajar agama ke Libya. Ditemui di kediamannya, rumah dua lantai di ujung gang selebar satu mobil di Pekayon, Pasar Rebo, Jakarta Timur, Rabu pekan lalu, Yusuf mengatakan, "Hampir semua petinggi Partai Keadilan Sejahtera pernah mengaji dan makan di rumah ini."
Menyerang sejumlah elite partai itu belakangan ini, Yusuf bukanlah orang sembarangan bagi Partai Keadilan Sejahtera. Pria 53 tahun ini penanda tangan deklarasi pendirian Partai Keadilan pada Agustus 1998. Partai ini kemudian berganti nama menjadi Partai Keadilan Sejahtera karena gagal melewati ambang minimal perolehan suara pada Pemilihan Umum 1999.
Yusuf menempuh pendidikan sarjana di Imam Muhammad Ibnu Saud University di Riyadh, Arab Saudi, pada 1979 hingga 1985. Di negeri itu Yusuf berkenalan dengan gerakan dan pemikiran Ikhwanul Muslimin. Lulus dari Arab Saudi, ia mengajar di sejumlah lembaga pendidikan Islam dan kampus-kampus di Tanah Air. Ia juga guru mengaji dari rumah ke rumah.
Pada 1980-an, Orde Baru membungkam politik kampus. Sebagian aktivis lalu memilih jalur dakwah kampus. Burhanuddin Muhtadi, peneliti Lembaga Survei Indonesia, menyatakan gerakan dakwah kampus inilah cikal bakal Partai Keadilan. Di Partai Keadilan, Yusuf menjadi anggota Majelis Syura periode 2000-2005. Ia juga Wakil Ketua Kewan Syariah atau semacam mahkamah partai. Ia menjadi pengadil bagi pengurus partai yang dituduh melakukan pelanggaran. Tugasnya, antara lain, mengurus cerai dan poligami yang tak sesuai dengan prosedur. "Saya tahu siapa saja yang poligami tapi melanggar syariah," katanya.
Yusuf Supendi menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat periode 2004-2009. Ia meraih tiket ke Senayan melalui daerah pemilihan Kota dan Kabupaten Bogor. Mengantongi 85 ribu suara, ia menempati urutan kedua peraih suara terbanyak di daerah pemilihan itu. Awalnya ia menjadi anggota Komisi Hukum di Dewan. Partai kemudian menggesernya ke Komisi Pendidikan, Budaya, Pariwisata, Pemuda, dan Olahraga. Ia juga anggota Badan Legislasi.
Lahir di Bogor, 15 Mei 1958, Yusuf menikahi Umi Widhyani, dan dikaruniai lima anak. Bersama Kiai Haji Abdul Hasib Hasan, ia mendirikan Yayasan Ma'had Al-Hikmah di Pela Mampang, Jakarta Selatan, pada 1989. Yayasan ini memiliki sekolah, dari tingkat taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi. Dulu orang mengenalnya sebagai Ma'had Al-Hikmah atau Lembaga Dakwah dan Studi Islam Al-Hikmah. Kini lembaga pendidikan itu bernama Sekolah Tinggi Ilmu Dakwah Dirosat Islamiyah Al-Hikmah.
Dosennya kebanyakan lulusan Universitas Al-Azhar, Kairo, Universitas Imam Muhammad Ibnu Saud, Riyadh, Universitas Islam Madinah, dan beberapa perguruan tinggi lain. Di kampus ini juga berdiri Masjid Al-Hikmah-dikenal sebagai Masjid Jalan Bangka, pusat pendidikan para kader yang kini memegang kedudukan penting di Partai Keadilan Sejahtera.
Burhanuddin Muhtadi, yang menyusun tesisnya dengan meneliti Partai Keadilan Sejahtera, menduga senioritas Yusuf membuat para elite partai itu sungkan menyerang Yusuf secara frontal. Yusuf merupakan generasi pertama gerakan dakwah di kampus, yang berperan besar membentuk kantong-kantong pengaderan partai.

Sunudyantoro

Adil di Sini, Sejahtera di Sana


YUSUF Supendi menyebutnya "surat sakti". Dibungkus amplop kecil, risalah dilampirkan pendiri Partai Keadilan-kini Partai Keadilan Sejahtera-itu dalam laporan ke Komisi Pemberantasan Korupsi, Senin pekan lalu. "Ini bahan permulaan," kata pria 53 tahun itu. "Kami siap membuktikan di pengadilan."
Menurut Yusuf, surat dalam amplop kecil itu ditulis Hilmi Aminuddin, Ketua Majelis Syura, organ tertinggi Partai Keadilan Sejahtera. Isinya penghentian pemeriksaan oleh dewan syariah wilayah Jakarta terhadap dugaan penggelapan uang oleh Anis Matta, sekretaris jenderal. Anis merupakan Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat. Adapun Hilmi mengelola lembaga pendidikan di Bandung.
Yusuf bukan anak bawang di Partai Keadilan Sejahtera. Ia pernah menjadi Wakil Ketua Dewan Syariah merangkap anggota Majelis Syura periode 2000-2005. Ia menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat periode 2004-2009. Ia pun menempati posisi penting dalam struktur gerakan dakwah Jamaah Ikhwanul Muslimin Sedunia, yakni sekretaris jenderal untuk sembilan negara di Asia dan Pasifik, di antaranya Indonesia, Malaysia, dan Australia. Di kalangan pendakwah, ia dipanggil Abu Fawwas.
Karena keseniorannya, tindakan Yusuf membuka dugaan kongkalikong di partai yang mengusung slogan "bersih dan peduli" itu jadi heboh. Apalagi inilah untuk pertama kalinya tokoh senior menentang elite partai peraih 7,88 persen suara pada Pemilihan Umum 2009 itu. Para petinggi partai itu meredam "serangan" Yusuf dengan mengumumkan bahwa sang juru dakwah telah dipecat Oktober tahun lalu.
Menurut Anis Matta, Yusuf dipecat karena menyimpang dari garis partai, tanpa perincian jelas. "Kami tidak akan membuka aib saudara sendiri," katanya. Tapi Yusuf menyatakan tak pernah menerima surat pemecatan. Ia dipecat karena dituding menggelapkan uang yayasan yatim piatu. Padahal ia mengatakan hanya meminjam Rp 25 juta dari kader partai. Ia lalu menunjukkan bukti pembayaran utang sebesar Rp 10 juta. Sisanya dia lunasi belakangan.
Di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, Yusuf menyerahkan sebundel catatan dan dokumen khusus yang ia tujukan kepada Busyro Muqoddas, Ketua Komisi. Tebalnya 249 halaman kertas folio. Isinya antara lain surat-surat partai, surat pribadi Yusuf kepada sesama ulama dalam Jamaah Ikhwanul Muslimin, pesan pendek dengan sejumlah petinggi Partai Keadilan Sejahtera, juga kliping koran. Johan Budi S.P. juru bicara Komisi mengatakan mempelajari dulu materi laporan. �Apakah masuk domain kami atau tidak, perlu dikaji," kata dia.
Secara terbuka, Yusuf menembakkan tuduhannya kepada Hilmi Aminuddin, Presiden PKS Luthfi Hasan Ishaaq, Anis Matta, plus anggota Dewan, Fahri Hamzah. Sejumlah tokoh senior yang tersingkir, seperti Abu Ridho, Mashadi, Tizar Zein, dan Syamsul Balda, menurut beberapa sumber, diam-diam mendukung langkah Yusuf. Mashadi dan Syamsul pernah menjadi anggota Dewan, ketika partai itu masih bernama Partai Keadilan. Mereka bergabung dengan anggota Dewan dari Partai Amanat Nasional membentuk Fraksi Reformasi.
Partai anggota koalisi pendukung pemerintah itu bukannya tak pernah punya masalah. Misalnya ketika para petinggi partai itu menggunakan mantan presiden Soeharto sebagai bintang iklan pada Hari Pahlawan, menjelang Pemilu 2009. Mereka yang tak setuju membentuk Forum Kader Peduli. Toh, konflik hanya terdengar sayup-sayup ke publik. Kali ini, Yusuf Supendi blakblakan dan mengatakan masih punya banyak amunisi. "Ini agenda hingga 2014," katanya.
Pada Kamis dua pekan lalu, Yusuf melapor ke Badan Kehormatan Dewan. Ia mengadukan Luthfi Hasan Ishaaq, yang dituduhnya mengelola dana Pemilu 1999. Menurut dia, 94 persen dana pemilu partai itu berasal dari sumbangan Timur Tengah. Ketua Badan Kehormtan Nudirman Munir menyatakan segera menggelar rapat pleno untuk membahas laporan Yusuf. �Kami agendakan pekan depan," kata dia, Kamis pekan lalu. Luthfi enggan menanggapi tuduhan ini. "Kami tak tahu apakah laporan itu ada bukti-buktinya," ujarnya.
Tiga hari setelah ke komisi antikorupsi, Yusuf mendatangi Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban. Ia merasa terancam. Ia juga merasa mendapat teror dengan adanya tanda silang dalam lingkaran cat merah di pagar rumahnya.


l l l

PANGKAL "surat sakti" yang diserahkan Yusuf ke komisi antikorupsi itu adalah pemilihan Gubernur DKI Jakarta 2007. Ketika itu, Partai Keadilan Sejahtera, yang memenangi perolehan suara di Jakarta pada pemilihan sebelumnya, percaya diri mengusung calon gubernur Adang Daradjatun dan calon wakilnya, Dani Anwar. Pasangan ini bersaing dengan Fauzi Bowo-Prijanto. Adang-Dani kalah.
Menurut Yusuf, sebagian "mahar"-setoran dari Adang agar bisa menggunakan partai itu sebagai kendaraan dalam pemilihan gubernur-telah digelapkan Anis Matta, yakni Rp 10 miliar dari total Rp 40 miliar yang disetorkan Adang. Yusuf mengatakan Dewan Syariah PKS Wilayah Jakarta pernah membuat tim investigasi untuk mengusut dugaan penggelapan ini. Tim diketuai Abdul Azis, ketua dewan syariah wilayah. Tim itu telah meminta klarifikasi kepada sejumlah orang.
Kepada Adang, partai itu mengajukan proposal untuk biaya pemenangan sebesar Rp 200 miliar. Pada tahap awal, mantan Wakil Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia ini mengucurkan Rp 40 miliar. Tapi, kata sumber itu, Adang kecewa karena partai kurang gereget berkampanye. Dari Rp 40 miliar yang masuk PKS itu, menurut Yusuf, Rp 10 miliar dipinjam Anis.
Menurut Yusuf, untuk mengakali agar sumbangan sesuai dengan ketentuan-yang membatasi sumbangan maksimal perorangan Rp 50 juta dan perusahaan paling tinggi Rp 350 juta-sumbangan itu dibagi-bagi ke dalam "paket" kecil dengan berbagai nama penyumbang. Padahal hampir semua sumbangan itu dari Adang. Hal ini dibantah oleh Triwisaksana, Ketua PKS DKI Jakarta yang dulu terlibat dalam tim pemenangan Adang. "Semua sudah dilaporkan ke Komisi Pemilihan Umum," kata Triwisaksana. "Tak ada persoalan."
Sumber lain mengatakan, kepada tim investigasi, Anis mengakui membelanjakan sejumlah uang untuk membeli dua mobil, masing-masing seharga Rp 900 juta. Satu mobil untuk Anis Matta dan satu lagi untuk Fahri Hamzah. Ada juga uang untuk membeli dua mobil Toyota Harrier masing-masing seharga Rp 850 juta untuk dua petinggi partai lainnya. "Ini pengakuan Anis dalam tulisan tangan," ujar sumber itu.
Fahri terbahak-bahak ketika dimintai konfirmasi. "Laporan keuangan partai kami yang terbaik," kata anggota Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat itu. Adapun Anis menjelaskan, di dalam partainya tidak ada pendekatan personal. Semua dikelola secara kolektif. Ia memang koordinator pemenangan Adang. "Tapi soal detailnya saya tidak ikut."
Abdul Aziz, ketua dewan syariah partai wilayah Jakarta, mengakui memang berencana menginvestigasi tudingan buat Anis itu. Tapi ia mengatakan ada hambatan aturan yang tidak memungkinkan dewan syariah wilayah "mengadili" pengurus pusat. "Kami serahkan selanjutnya ke dewan syariah pusat," katanya.
Abdul Aziz lalu membawa perkara ini ke Ketua Dewan Syariah Pusat, Surahman Hidayat. Surahman lalu melaporkannya ke Ketua Majelis Syura PKS Hilmi Aminuddin. Tapi laporan ini ditanggapi Hilmi dengan mengeluarkan semacam surat perintah penghentian pemeriksaan. Surat inilah yang disebut Yusuf Supendi sebagai "surat sakti". Inti isi surat itu adalah pernyataan Hilmi bahwa perkara ini syubuhat (samar-samar). Karena itu, Hilmi melalui surat meminta Abdul Aziz berprasangka baik sebagai sesama manusia dan "saudara di jalan Allah".
Tempo berusaha mendapatkan konfirmasi Hilmi, baik melalui telepon maupun pesan pendek. Bahkan tiga kali mendatangi Pondok Madani di Lembang, Bandung, tempat dia tinggal. Tempo juga meminta anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Suripto, yang Jumat pekan lalu bertandang ke Lembang, menyampaikan permohonan wawancara. Suripto menyatakan sudah menyampaikannya kepada Hilmi, tapi sang bos belum mau diwawancarai. Soal semua tuduhan yang diarahkan ke Hilmi, menurut Suripto, "Kata beliau, itu tak benar."


l l l

KONFLIK di tubuh partai itu sebetulnya mulai terasa pada 2004. Beberapa waktu seusai pemilihan anggota legislatif, partai itu tidak mengajukan calon presiden sendiri. Untuk itu, partai ini harus menentukan pilihan pada kandidat yang ada: Megawati Soekarnoputri-Hasyim Muzadi, Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla, Wiranto-Salahuddin Wahid, Amien Rais-Siswono Yudo Husodo, dan Hamzah Haz-Agum Gumelar.
Yusuf mencatat, Majelis Syura memutuskan calon presiden pada Juni 2004 di Vila Nurul Fikri, Anyer, Banten. Dari 48 anggota Dewan Syura, 70 persen mendukung Amien Rais dengan alasan ia lokomotif reformasi. Apalagi Partai Keadilan dan Partai Amanat Nasional berada dalam satu fraksi bernama Fraksi Reformasi di Dewan Perwakilan Rakyat periode 1999-2004.
Meski begitu, ada juga yang mendukung Wiranto. Jumlahnya 20 persen dari anggota Dewan Syura. Sisanya abstain dan ada suara 2,5 persen untuk Hamzah Haz. Dukungan untuk Wiranto diberikan oleh Hilmi dan Anis. Yusuf menuding Hilmi dan Anis memperoleh imbalan dari mantan Panglima Tentara Nasional Indonesia itu. Ia menunjuk sikap Hilmi yang melawan suara mayoritas Majelis Syura.
Tudingan itu dibantah Anis. "Saya mendukung Wiranto semata-mata karena beliau punya peluang besar menang," katanya Kamis pekan lalu. Sebab, Wiranto baru memenangi konvensi Golkar. Pemilu legislatif 2004 juga menunjukkan suara Golkar paling besar. Namun, katanya, begitu Majelis Syura mendukung Amien Rais, dia pun patuh.
Wiranto, melalui ajudannya, menyatakan tak ingin menanggapi soal ini. Sekretaris Jenderal Partai Hanura Dossy Iskandar, yang pada 2004 masuk tim sukses Wiranto, menyatakan tak tahu detailnya. Apalagi Partai Keadilan Sejahtera memang tak menyokong Wiranto. "Kami tak tahu-menahu," ujarnya.
Geger di tubuh Partai Keadilan Sejahtera sepertinya terus bergulir. Anis menyatakan partainya masih akan diserang dengan sejumlah isu. Adapun Yusuf mengatakan, "Ini menegakkan kebenaran."
Burhanuddin Muhtadi, peneliti Lembaga Survei Indonesia, melihat konflik ini melibatkan kubu "ideologis" dan kubu "pragmatis" partai itu. Ia mengatakan generasi awal partai, seperti Yusuf Supendi, Syamsul Balda, Mashadi, dan Abu Ridho, merupakan kubu ideologis. "Mereka berpendapat, partai tak usah besar-besar, cukup lolos electoral threshold, tapi tetap istikamah," ujarnya. Adapun kubu pragmatis berharap partai terus besar agar bisa mencapai tujuan: menegakkan syariah. "Kubu ini lebih permisif, termasuk dalam penggalangan dana," kata Burhanuddin, yang menyusun tesis doktornya dengan meneliti Partai Keadilan Sejahtera.

Sunudyantoro, Pramono, Fanny Febiana (Jakarta), Angga Kusuma Wijaya (Bandung)

Anis Matta: Kami Bertempur dengan Bambu Runcing

NAMA Sekretaris Jenderal Anis Matta dan Ketua Dewan Syura Hilmi Aminuddin disebut Yusuf Supendi sebagai biang perpecahan Partai Keadilan Sejahtera. Keduanya dituding membuat PKS lebih pragmatis dan tak setia di jalur dakwah. Kamis pekan lalu, wartawan Tempo Pramono dan Sunudyantoro menemui Anis di ruang kerjanya sebagai Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat.
Yusuf Supendi melawan balik setelah dipecat. Apa alasan pemecatannya?
Kasusnya sejak 2003. Usul pemecatannya sudah ada dari daerah pemilihannya di Bogor, sejak dia masih di DPR. Tapi resminya baru 2009. Majelis Syura yang memutuskan pemecatan.
Apa kasusnya sehingga seorang pendiri partai dipecat?
Saya tidak akan membuka kasusnya. Kami menjaga kehormatan orang. Contoh kasus lama, di PKS ada kasus perzinaan. Pelakunya dipecat. Sanksi diberikan untuk menimbulkan efek jera, bukan membunuh karakter. Jangan satu kesalahan menghancurkan sisa hidup, sehingga kasus tidak dibuka ke publik. Hukum kami sangat rigid.
Yusuf Supendi menuding Anda menggunakan dana kampanye Adang Daradjatun senilai Rp 10 miliar.
Saya memang ditugasi DPP mengkoordinasi kampanye di Jakarta. Semua dikelola kolektif. Tapi urusan keuangan saya tak ikut. Itu urusan pengurus wilayah.
Sumber kami menyatakan Anda menggunakan dana kampanye untuk membeli mobil mewah....
Ha-ha-ha.... Saya tidak pernah menerima uang. Lagi pula, rumah saya di Utan Kayu, masuk gang kecil. Mana bisa mobil besar lewat? Cek saja daftar kekayaan saya.
Katanya, Anda mengakui secara tertulis penyelewengan itu ketika pengurus wilayah Jakarta menginvestigasi, tapi dihentikan oleh Hilmi.
Di PKS tak ada SP3 (surat perintah penghentian penyidikan). Sistem yang kami pakai adalah pendekatan Islam. Kalau kasus terbukti, tak akan dimaafkan. Itu berlaku tanpa pengecualian, termasuk saya. Ustad Hilmi tidak bisa mengintervensi.
Bukankah posisi Hilmi sangat kuat?
Orang salah duga kalau menganggap beliau sangat kuat di PKS. Dia tidak mau dominan. Dia teguh dan lembut, sangat kebapakan. Dan dia tak akan bersaing dalam jabatan. Perannya sebagai orang tua tetap diperlukan.
Yusuf juga menuding Anda dan Hilmi mempengaruhi hasil keputusan Majelis Syura yang mendukung Amien Rais dalam Pemilihan Presiden 2004. Benarkah Anda mendukung Wiranto?
Saya waktu itu memang mendukung Wiranto. Saya berhitung, dia yang punya peluang menang karena Golkar partai pemenang saat itu. Waktu itu kan belum ada survei, intuisi saja. Nah, kami waktu itu berdebat seru. Pertimbangan besar memilih Amien adalah merawat konstituen. Kami juga sudah bersama Pak Amien sejak 1999. Hasil voting, pendukung Amien menang. Saya orang pertama yang bilang taat pada keputusan itu.
Kabarnya, ada transfer dana dari Wiranto supaya PKS beralih mendukungnya.
Tidak ada. Kami berkepentingan mengalahkan Megawati. Logis saja kami dukung yang bakal menang.
Menurut Yusuf, dari situlah terjadi perpecahan di PKS, memunculkan faksi Keadilan dan faksi Sejahtera. Gaya hidup petinggi PKS dinilai jauh dari selayaknya pemimpin partai dakwah....
Itu tidak benar. Ini kasus lama. Kami merujuk pada ajaran Islam soal yang disebut sebagai kemewahan. Fasilitas ini adalah sarana. Aktivitas menentukan fasilitas.
Yusuf juga menyatakan mayoritas dana Partai Keadilan pada 1999 berasal dari Timur Tengah. Benarkah?
Bagaimana ceritanya? Wong di sana lagi susah semua. Secara ekonomi, kami lebih makmur daripada Mesir. Dana kampanye berasal dari dalam partai sendiri. Kami kampanye door to door karena tak bisa bayar iklan. Ibaratnya, kami bertempur dengan bambu runcing.
Apa PKS akan melawan balik serangan Yusuf?
Sudah banyak isulah, dari video (mirip Anis yang sedang bercinta dengan perempuan) sampai kasus daging (Tempo, 14-20 Maret 2011). Sudah 13 tahun kami belajar. Kami jauh lebih santai menghadapi yang seperti ini. Saya dengar masih ada dua-tiga serangan lagi. Sebagian terkait dengan saya.

Sumber : http://majalah.tempointeraktif.com/

Minggu, 20 Maret 2011

Manajemen Waktu

 1.      “Mengatur” Waktu
·      Elemen dasar dari waktu adalah aktivitas
·      Kunci dari mengatur waktu adalah mengontrol aktivitas

2.    Beberapa keuntungan apabila kita bisa mengatur waktu
       ü  Efektivitas waktu ( on time )
       ü  Motivasi dan inisiatif
       ü  Kebiasaan menghindar / menunda berkurang
       ü  Ada waktu untuk me-review pekerjaan
       ü  Meminimalkan kebiasaan tergesa-gesa
       ü  Mengurangi cost

3.    Akibat dari manajemen waktu yang buruk
       Ø  Terhadap kita ( STRESSS )
            *      Sering marah
            *      Tertekan
            *      Rencana kacau
            *      Egois
            *      Susah untuk efisien
            *      Susah untuk memprioritaskan
            *      Sakit
       Ø  Terhadap orang lain ( JENGKEL )
            *      Jadi khawatir
            *      Efisiensi tidak tercapai
            *      Negative relation
            *      Ganggu kinerja kelompok
            *      Komunakasi buruk
            *      Emosi
            *      Linglung

4.   Kebiasaan buruk yang sering kita lakukan sehubungan dengan manajemen waktu adalah kebiasaan  MENUNDA
      A.    Mengapa kita menunda ?
v  Sulit konsentrasi
v  Menajemen waktu yg buruk
v  Ketakutan dan kecemesan
v  Tidak PD
v  Perfeksionis
      B.   Jurus mengalahkan penundaan
v  Kenali ketika akan melakukan penundaan
v  Lawan kelesuan untuk memulai sesuatu
v  Bagi tugas mjd bagian kecil sehingga mudah untuk dikerjakan step by step
v  Susun tujuan jangka pendek yg spesifik
      C.  Pengaturan waktu yang baik “ GOYANG
v  Gunakan 10 menit pertama setiap hari untuk PLANNING
v  Organize seluruh waktu dalam 1 hari
v  Yakinkan semua tugas sudah termasuk dalam daftar
v  Awali dengan hal yang penting dan harus segera dilakukan
v  Nangan lupa sisihkan waktu khusus untuk project
                  v  Go…kerjakan sekarang juga


Artikel ini diperoleh dari Bapak Juhaeri by email